II. MEMBRAN DAN PERMEABILITASNYA
Kegiatan 1
I. Judul : Permeabilitas Jaringan Hidup Terhadap Asam & Basa
II. Tujuan
1.
Mempelajari permeabilitas
jaringan hidup terhadap asam dan basa.
2.
Mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi sifat dan permeabilitas membran jaringan hidup.
III. Alat dan Bahan
3.1 Alat
1.
Pisau
2.
Kaca pengamatan
3.
Stopwatch
4.
Pinset
5.
Gelas beaker (80 ml)
6.
Pipet tetes
7.
Petridis
3.2 Bahan
1.
10 ml HCl (0,025 N)
2.
10 ml asam asetat (0,025 N)
3.
10 ml KOH (0,025 N)
4.
10 ml NH4OH (0,025
N)
5.
Air suling
6.
Daun Rhoeo discolor
IV. Langkah Kerja
1.
Menyiapkan dan membersihkan
alat dan bahan.
2.
Menyiapkan 10 lapisan epidermis
bagian bawah Rhoeo discolor.
3.
Meletakkan lapisan epidermis
tersebut dalam air suling.
4.
Mengambil 5 petridis kemudian
meneteskan secara terpisah larutan sebagai berikut :
-
Air suling
-
HCl (0,025 N)
-
Asam asetat (0,025 N)
-
KOH (0,025 N)
-
NH4OH (0,025 N)
5.
Meletakkan 2 potong jaringan
epidermis kedalam air suling, 2 potongan kedalam KOH, dan 6 potongan dalam NH4OH.
6.
Mencatat waktu yang diperlukan
sampai terjadi perubahan warna biru pada lapisan epidermis setelah diletakkan.
7.
Setelah lapisan epidermis dalam
NH4OH berubah menjadi biru (seluruhnya / sebagian), memindahkan 4
diantaranya kedalam air suling.
8.
Memindahkan 2 diantaranya dari air suling (Pada langkah 7) ke dalam
asam asetat dan 2 lainnya ke dalam HCl.
9.
Mencatat waktu yang diperlukan
sampai terjadi perubahan warna.
10.
Setelah perubahan warna selesai
(Pada langkah 8), memindahkan lapisan epidermis tersebut dari asam asetat dan
HCl ke dalam air suling kemudian kembali ke dalam NH4OH.
11.
Mencatat kembali waktu yang
diperlukan sampai terjadi perubahan warna lagi.
12.
Mengulangi langkah kerja diatas
beberapa kali dan menentukan waktu rerata yang diperlukan untuk terjadi
perubahan warna dalam jaringan epidermis itu setelah beberapa kali pemindahan
ke dalam asam basa.
13.
Membersihkan dan mengembalikan
alat dan bahan ketempatnya.
V. Hasil dan Pembahasan
5.1 Hasil
Perubahan warna biru pada lapisan epidermis Rhoeo discolor
NO.
|
PERLAKUAN
|
WAKTU RERATA
|
WARNA LAPISAN EPIDERMIS
|
|
SEBELUM
|
SESUDAH
|
|||
1.
|
AIR SULING ® KOH
|
6,99 Detik
|
Ungu
|
Biru
|
2.
|
AIR SULING ® NH4OH
|
8,28 Detik
|
Ungu
|
Biru
|
Perubahan warna merah pada lapisan epidermis Rhoeo discolor
NO.
|
PERLAKUAN
|
WAKTU RERATA
|
WARNA LAPISAN EPIDERMIS
|
|
SEBELUM
|
SESUDAH
|
|||
1.
|
NH4OH ® AIR SULING ® ASAM
ASETAT
|
12,73 Detik
|
Biru
|
Merah
|
2.
|
NH4OH ® AIR SULING ® HCL
|
29,28 Detik
|
Biru
|
Merah
|
Perubahan warna
biru pada lapisan epidermis Rhoeo discolor
NO.
|
PERLAKUAN
|
WAKTU RERATA
|
WARNA LAPISAN EPIDERMIS
|
|
SEBELUM
|
SESUDAH
|
|||
1.
|
ASAM ASETAT ® AIR
SULING ® NH4OH
|
12,73 Detik
|
Merah
|
Biru
|
2.
|
HCl ® AIR SULING ® NH4OH
|
29,28 Detik
|
Merah
|
Biru
|
5.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil
pengamatan maka diperoleh data bahwa sel epidermis Rhoeo discolor
mengalami perubahan warna yaitu dari warna ungu menjadi merah ketika dimasukkan
ke dalam larutan asam (Asan Asetat dan HCl) dan berubah warna menjadi biru
ketika dimasukkan ke dalam larutan basa (KOH dan NH4OH). Ini terjadi
karena sel epidermis daun Rhoeo discolor mengandung zat warna
antosianin. Antosianin adalah zat warna yang larut dalam cairan vakuola sel.
Antosianin terdiri dari 3,5,7 – trihidroksi flavilium klorida dan bagian gula
yang biasanya terikat pada gugus hidroksil pada C (karbon) nomor 3 dan
mengandung komponen tambahan seperti asam organik dan logam (Fe, Al, dan Mg). Ketika
lapisan sel epidermis daun Rhoeo discolor dicelupkan ke dalam larutan KOH
dan NH4OH (yang mengandung gugus hirdroksil ) maka akan terjadi
peningkatan gugus hidroksil sehingga warna sel epidermis daun Rhoeo discolor
cenderung akan lebih biru. Hal ini terkait dengan adanya pengikatan gugus
hidroksil (-OH) oleh sel epidermis Rhoeo discolor. Sedangkan jika lapisan sel epidermis daun Rhoeo
discolor dicelupkan ke dalam asam asetat (CH3COOH) dan HCl maka
warna sel epidermis menjadi merah akibat adanya pengurangan gugus –OH.
Kecepatan perubahan
warna sel epidermis Rhoeo discolor dari ungu menjadi biru lebih cepat
pada basa kuat (KOH) dibandingkan dengan basa lemah. Hal ini disebabkan karena
basa kuat lebih mudah terionisasi. Sehingga proses pertukaran ion yang terjadi antara ion-ion
pada antosianin dengan ion-ion yang terdapat pada larutan KOH lebih cepat.
Selain itu, karena adannya peningkatan pH pada sel epidermis Rhoeo discolor sehingga
mengakibatkan psudobasa yang terbentuk menjadi lebih banyak dan warna menjadi
lemah. Sedangkan kecepatan perubahan warna sel epidermis Rhoeo discolor dari
biru menjadi merah lebih cepat pada asam lemah (asam asetat) dibandingkan
dengan pada asam kuat (HCl). Hal ini terjadi karena adanya penurunan pH yang
mengakibatkan psudobasa yang terbentuk semakin sedikit sehingga warna menjadi
cerah. Selain faktor-faktor diatas, kecepatan perubahan
warna sel epidermis Rhoeo discolor baik pada larutan asam maupun basa
juga dipengaruhi oleh ukuran tebal tipisnya lapisan sel epidermis Rhoeo
discolor yang digunakan. Dimana makin tebal lapisan epidermis yang
digunakan maka waktu yang diperlukan untuk berubah warna akan lebih lama
dibandingkan dengan lapisan epidermis yang tipis.
Kendala-kendala :
Menentukan ukuran tebal dari lapisan
epidermis bagian dalam Rhoeo discolor agar diperoleh tebal yang sama
relatif sulit sehingga akan mempengaruhi waktu terjadinya reaksi.
Perubahan warna pada lapisan
epidermis Rhoeo discolor kadang terlalu cepat sehingga sulit diamati.
Larutan yang digunakan saat praktikum
cepat menguap sehingga perlu ditambahkan terus menerus selama praktikum. Hal
ini mengakibatkan kinerja praktikum kurang efisien.
Kurangnya jumlah anggota
kelompok praktikum membuat waktu yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan dalam
praktikum relatif lama.
VI. Simpulan dan Saran
6.1 Simpulan
- Sel epidermis daun Rhoeo discolor bersifat permeabilitas terhadap larutan asam dan basa. Hal ini dapat dilihat dari adanya perubahan warna yaitu bila diletakkan pada larutan asam, sel epidermis akan berwarna merah dan bila diletakkan pada larutan basa, sel epidermis akan berwarna biru. Perubahan warna ini terjadi karena pada sel epidermis Rhoeo discolor mengandung zat warna antosianin yang dapat bereaksi terhadap larutan asam dan basa.
- Faktor-faktor yang mempengaruhi permeabilitas sel epidermis daun Rhoeo discolor yaitu kuat lemahnya asam dan basa yang digunakan dan peningkatan pH pada sel epidermis.
6.2 Saran
1.
Mengusahakan agar ukuran tebal
dari lapisan epidermis bagian dalam Rhoeo discolor yang akan digunakan
relatif sama.
2.
Mengusahakan lebih teliti dalam
mengamati perubahan warna pada lapisan epidermis Rhoeo discolor.
3.
Mengusahakan menambah jumlah
anggota kelompok praktikum agar waktu yang dibutuhkan untuk melakukan praktikum
bisa lebih cepat.
VII. Daftar Pustaka
Kimball, John W. 1983 . Biologi
Edisi Kelima Jilid 1. Jakarta : Erlangga
Salesbury. 1995. Fisiologi
Tumbuhan Jilid I. Bandung : ITB Bandung.
Sarna, Ketut dkk. 1998. Buku Ajar
Fisiologi Tumbuhan. Singaraja : Program Studi Pendidikan Biologi Jurusan
Pendidikan MIPA STKIP Singaraja.
Kegiatan 2
I. Judul : Permeabilatas
Membran Terhadap Substansi Organik
II. Tujuan
1.
Untuk mengetahui proses
terjadinya plasmolisis dan deplasmolisis pada bawang merah.
2.
Mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi plasmolisis dan deplasmolisis pada sel bawang merah.
III. Alat dan Bahan
3.1 Alat
1.
Stopwatch
2.
Kaca objek
3.
Mikroskop
4.
Pisau
5.
Pinset
6.
Pipet tetes
3.2 Bahan
1.
Bawang merah (Allium ceva)
2.
Glukosa (1 M)
3.
Metanol (1 M)
4.
Gliserol (1 M)
5.
Air suling
6.
Tisue
IV. Langkah Kerja
1.
Mempersiapkan alat dan bahan.
2.
Menyiapkan lapisan epidermis bagian dalam Bawang merah (Allium
cepa).
3.
Meletakkan lapisan epidermis
tersebut dalam kaca objek.
4.
Menambahkan beberapa tetes
gliserol ke dalam lapisan epidermis pada kaca objek.
5.
Menghitung waktu plasmolosis
sel-sel epidermis dengan mengamatinya dibawah mikroskop.
6.
Setalah plasmolisis terjadi,
menambahkan beberapa tetes air suling pada sel-sel epidermis untuk mencuci gliserolnya.
7.
Mengamati sel-sel epidermis
tersebut dibawah mikroskop dan mencatat waktu yang dibutuhkan untuk pulih
kembali dari keadaan plasmolisis.
8.
Mengulangi langkah kerja
diatas, namun dengan menggunakan substansi organik (1 M) lainya yaitu glukosa
dan metanol.
9.
Mencatat waktu yang
diperlulakan bagi sel-sel sampai pulih dari kondisi plasmolisis (deplasmolisis)
pada setiap larutan yang digunakan. Waktu relatif bagi pemulihan sel dari
kondisi plasmolisis akan memberikan indikasi secara kasar mengenai tingkat
penetrasi substansi kedalam sel-sel. Juga mengindikasikan berat molekul setiap
senyawa dan kelarutannya dalam air.
V. Hasil dan Pembahasan
5.1 Hasil
Plasmolisis sel
epidermis pada beberapa larutan
NO.
|
LARUTAN
|
WAKTU
|
1.
|
GLISEROL
|
1 Menit 35 Detik
|
2.
|
GLUKOSA
|
1 Menit 98 Detik
|
3.
|
METANOL
|
Tidak terjadi perubahan
|
Deplasmolisis sel
epidermis pada beberapa larutan
NO.
|
PERLAKUAN
|
WAKTU
|
1.
|
GLISEROL + BEBERAPA TETES AIR SULING
|
44,03 Detik
|
2.
|
GLUKOSA + BEBERAPA TETES AIR SULING
|
33,72 Detik
|
3.
|
METANOL + BEBERAPA TETES AIR SULING
|
Tidak terjadi perubahan
|
5.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan didapatkan data bahwa sel
epidermis bawang merah mengalami plasmolisis jika ditetesi larutan gliserol dan
glukosa. Hal ini terjadi akibat penambahan gliserol dan glukosa yang
menyebabkan kondisi diluar sel bawang merah hipertonis dibandingkan di dalam
sel. Kondisi hipertonis di luar sel bawang merah menyebabkan air di dalam sel
memiliki potensial yang lebih tinggi dibandingkan di luar sel. Hal ini
berakibat air yang ada di dalam sel bawang merah keluar dan membran sel menjadi
mengkerut kemudian lepas dari dinding sel, isi sel menjadi berkurang
(plasmolisis).
Plasmolisis terjadi lebih cepat pada sel bawang merah
yang ditetesi larutan gliserol dibangdingkan
dengan larutan glukosa. Karena gliserol memiliki molekul yang lebih kecil (atom
C berjumlah 3) dengan rumus kimia HOCH(CH2OH)2. Sedangkan
glukosa melokulnya lebih besar (atom C berjumlah 6) dengan rumus kimia C6H12O6.
Saat sel bawang merah didiamkan (tidak diberi perlakuan
lain) ternyata sel bawang merah yang semula plasmolisis tidak kembali lagi
kebentuk semula (deplasmolisis). Hal ini disebabkan karena kondisi di dalam sel
masih hipotonis dibandingkan dengan di luar sel. Akibat konsentrasi gliserol
dan glukosa tinggi. Dengan demikian menyebabkan air tetap bergerak dari dalam
sel ke luar sel. Deplasmolisis ini dapat terjadi apabila konsentrasi gliserol
dan glukosa tidak terlalu tinggi. Hal ini dikarenakan ketika air bergerak ke
luar sel untuk membuat keadaan didalam dan di luar sel isotonis (seimbang)
menyebabkan suatu kondisi yang terbalik dimana semula kondisi diluar sel lebih
hipertonis berubah menjadi hipotonis (karena penambahan air oleh sel)
dibangdingkan di dalam sel. Sehingga dengan demikian, air dari luar sel akan
masuk kembali ke dalam sel akibat kondisi didalam sel yang hipertonis
(deplasmolisis terjadi).
Pada perlakuan dimana sel bawang merah yang mengalami
plasmolisis akibat ditetesi dengan gliserol dan glukosa ketika ditetesi air suling
maka terjadi peristiwa deplasmolisis. Karena penetesan air suling menyebabkan menurunnya
konsentrasi gliserol dan glukosa sehingga kondisi diluar sel lebih hipotonis
dibandingkan dengan di dalam sel bawang merah. Hal ini menyebabkan air diluar
sel masuk ke dalam sel, dan sel akan kembali kekeadaan semula (deplasmolisis).
Deplasmolisis dapat terjadi jika sel bawang merah tersebut tidak mengalami
plasmolisis sempurna artinya masih ada bagian-bagian tertentu dari membran
plasma yang masih menempel pada dinding sel (membran sel tidak lepas seluruhnya
dari dinding sel).
Waktu deplasmolisis pada sel mengandung glukosa lebih
cepat dibandingkan dengan sel yang mengandung gliserol. Hal ini dikarenakan
glukosa lebih cepat larut ketika ditetesi air suling dibandingkan dengan
gliserol.
Pada sel bawang merah yang ditetesi dengan metanol, sel
bawang merah tidak mengalami perubahan (tidak mengalami plasmolisis). Hal ini
disebabkan karena membran sel salah satu penyusunya adalah lipid. Lipid
tersebut memiliki sifat mudah larut dalam alkohol (metanol merupakan salah satu
jenis alkohol). Akibatnya ketika methanol diteteskan pada sel bawang merah,
methanol ini mudah keluar masuk melewati membran sehingga keadaan di luar
maupun di dalam sel selalu dalam keadaan
isotonis maka dengan demikian tidak terjadi plasmolisis. Sama halnya ketika sel
bawang merah ditetesi dengan air suling, sel tidak mengalami perubahan karena
kondisi di luar maupun di dalam sel sama (isotonis)
Kendala-kendala :
Sulitnya membuat preparat yang
memiliki tebal irisan yang tepat dan relatif sama ukurannya antara preparat
satu dengan yang lainnya. Hal ini mengakibatkan terganggunya kinerja pengamatan
pada mikroskop karena irisan yang tebal.
Indikator telah terjadinya
plasmolisis dan deplasmolisis kurang jelas sehingga sulit diamati.
Dibutuhkan waktu yang relatif
lama untuk kegiatan deplasmolisis. Karena terbatasnya waktu praktikum maka
kegiatan deplasmolisis tersebut ditiadakan.
Alat yang tersedia kurang
memadai sehingga ada satu praktikum yang batal dilakukan.
VI. Simpulan dan Saran
6.1 Simpulan
1.
Plasmolisis dapat terjadi jika
kondisi di dalam sel hipotonis terhadap kondisi di luar sel dan deplasmolisis
akan terjadi bila kondisi di dalam sel hipertonis terhadap kondisi di luar sel
dimana plasmolisis yang terjadi tidak boleh sempurna.
2.
Faktor yang mempengaruhi
plasmolisis dan deplasmolisis adalah terjadinya perbedaan viskositas larutan
didalam sel dengan diluar sel tersebut
6.2 Saran
1.
Mengusahakan agar lapisan
epidermis bagian dalam Rhoeo discolor yang akan digunakan setipis
mungkin untuk lebih mudah mengamati.
2.
Mengusahakan lebih teliti dalam
mengamati perubahan bentuk sel Rhoeo discolor.
VII. Daftar Pustaka
Kimball, John W. 1983 . Biologi
Edisi Kelima Jilid 1. Jakarta : Erlangga
Pratiwi, Rinie dkk. 2003. Buku
Siswa Biologi Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Kelas 2 Edisi Kesatu.
Jakarta : Proyek Peningkatan Mutu SLTP.
Sarna, Ketut dkk. 1998. Buku Ajar
Fisiologi Tumbuhan. Singaraja : Program Studi Pendidikan Biologi Jurusan
Pendidikan MIPA STKIP Singaraja.
Hasil / Kesimpulan
Untuk setiap langkah kerja, buat dan tampilkan tabel yang tepat
(atau daftar pengamatan) untuk menggambarkan hasilnya. Interpretasikan hasilnya
menurut petunjuk berikut ini :
1.
Apa penjelasnya mengenai sel
tanaman normalnya tidak pecah ketika ditempatkan dalam air murni?
2.
Apa pengaruh asam dan basa pada
warna antosianin?
3.
Apa itu antosianin (secara
kimiawi) dan dimana lokasinya dalam sel?
4.
Jelaskan apa perbedaan yang
teramati sehubungan dengan pemakaian asam dan basa!
5.
Kemukan alasanya menurut pendapat
anda yang mungkin bisa menjelaskan tentang pengaruh ion-ion tertentu terhadap
wujud membran sel. Terkait dengan perubahan permeabilitasnya.
6.
Mengapa sel-sel yang mengalami
deplasmolisis dalam gliserol mendadak pecah ketika ditempatkan dalam air murni?
7.
Sifat kimia dan fisika yang
bagaimana pada senyawa organik yang memfasilitasi penetrasinya ke dalam sel-sel
tanaman?
Jawaban pertanyaan
1) Bila suatu sel tanaman di tempatkan dalam
air murni maka potensial air murni akan lebih besar di bandingkan potensial air
larutan dalam sel. Ini mengakibatkan molekul air akan melintasi membran dari
luar ke dalam sel sehingga sel akan mengembang karena sel tanaman memiliki
dinding sel yang bersifat tegar maka sel tanaman tidak akan mudah pecah akibat
tekanan yang timbul dari dalam sel karena masuknya air dari dalam ke luar sel.
2) Asam dan basa akan berpengaruh terhadap
warna antosianin dimana pada pH rendah
(asam) antosianin berwarna merah dan dimana pada pH tinggi (basa) berwarna
violet kemudian menjadi biru.
3) Secara kimia antosianin adalah senyawa
berbentuk glikosida yang menjadi penyebab warna
merah biru dan violet pada buah dan sayuran. Sebagian besar antosianin
beraal dari 3,5,7 – trihidroksiflavilium klorida dan bagian gula biasanya
terikat pada gugus hidroksil pada karbon 3. Dan beberapa antosianin mengandung
komponen tambahan seperti asam organik dan logam (Fe, Al, Mg). Adapun
strukturnya :
Cl
O
OH
OH
OH
|
O
O
CH
COH
CHOH
C
C
O
O
O
CH
C
O
4) Dengan pemakaian asam warna antosianin
menjadi merah dan dengan pemakaian basa warna antosianin menjadi violet
kemudian menjadi biru.
5) Pengaruh ion terhadap membran terkait
dengan perubahan permeabilitasnya dimana kita ketahui bahwa ion-ion untuk dapat
melewati suatu membran sel yang bersifat selektif permeabel, melalui suatu
pertukaran ion. Dimana ion-ion yang berada di dalam sel, jika keluar dari dalam
sel akan di gantikan oleh ion-ion yang ada di luar sel. Sehingga permeabilitas
membran dapat dilalui oleh ion-ion.
6) Sel yang mengalami deplasmolisis dalam
gliserol akan medadak pecah ketika
ditempatkan dalam air murni karena gliserol merupakan larutan yang bersifat
hipertonis bagi cairan sel yang ada di dalam sel, yang mengakibatkan sel
akan mengkerut, sehingga jika diberi
air, maka dinding sel akan mengembang dan sel akan mengalami imbibisi, dimana
air diserap melebihi batas normal penyerapan dari sel (isotonis) sehingga sel
akan pecah.
No comments:
Post a Comment