ARTIKEL
ASAL USUL EVOLUSI MANUSIA DAN BANTAHAN-BANTAHAN YANG DI PEROLEH
Ketut
Arianto (0513041032)
Evolusionis menulis skenario
evolusi manusia dengan menyusun sejumlah tengkorak yang cocok dengan tujuan
mereka, berurutan dari yang terkecil hingga yang terbesar, lalu menempatkan di
antara mereka tengkorak beberapa ras manusia yang telah punah. Menurut skenario
ini, manusia dan kera modern memiliki nenek moyang yang sama. Nenek moyang ini
berevolusi sejalan dengan waktu. Sebagian dari mereka menjadi kera modern,
sedangkan kelompok lain berevolusi melalui jalur yang berbeda, menjadi manusia
masa kini. Akan tetapi, semua temuan paleontologi, anatomi dan biologi
menunjukkan bahwa pernyataan evolusi ini fiktif dan tidak sahih seperti semua
pernyataan evolusi lainnya. Tidak ada bukti-bukti kuat dan nyata untuk
menunjukkan kekerabatan antara manusia dan kera. Yang ada hanyalah pemalsuan, penyimpangan,
gambar-gambar serta komentar-komentar menyesatkan.
Catatan fosil mengisyaratkan
kepada kita bahwa sepanjang sejarah, manusia tetap manusia, dan kera tetap kera.
Sebagian fosil yang dinyatakan evolusionis sebagai nenek moyang manusia berasal
dari ras manusia yang hidup hingga akhir-akhir ini sekitar 10.000 tahun lalu
dan kemudian menghilang. Selain itu, banyak orang masa kini memiliki penampilan
dan karakteristik fisik yang sama dengan ras-ras manusia yang punah, yang
dinyatakan evolusionis sebagai nenek moyang manusia.
Bukti terpenting adalah
perbedaan anatomis yang besar antara kera dan manusia, dan tidak satu pun di antara
perbedaan tersebut muncul melalui proses evolusi. "Bipedalitas" (kemampuan
berjalan dengan duakaki) adalah salah satu di antaranya. Seperti yang akan
diuraikan lebih lanjut, bipedalitas hanya terdapatpada manusia dan merupakan
salah satu sifat terpenting yang membedakan manusia dengan hewan.
Silsilah Imajiner
Manusia
Darwinis menyatakan bahwa
manusia modern saat ini berevolusi dari makhluk serupa kera. Menurut mereka,
selama proses evolusi yang diperkirakan berawal 4-5 juta tahun lalu, terdapat
beberapa "bentuk transisi" antara manusia modern dan nenek moyangnya.
Menurut skenario yang sepenuhnya rekaan ini,terdapat empat "kategori"
dasar:
1. Australopithecus
2. Homo habilis
3. Homo erectus
4. Homo sapiens
Evolusionis menyebut nenek moyang pertama manusia dan kera sebagai
"Australopithecus",
yang berarti "Kera Afrika Selatan". Australopithecus hanyalah spesies
kera kuno yang telah punah, dan memiliki beragam tipe. Sebagian berperawakan
tegap, dan sebagian lain bertubuh kecil dan ramping.
Evolusionis menggolongkan
tahapan evolusi manusia berikutnya sebagai "homo", yang berarti "manusia". Menurut
pernyataan evolusionis, makhluk hidup dalam kelompok Homo lebih berkembang
daripada Australopithecus, dan tidak terlalu berbeda dengan manusia modern.
Manusia modern di zaman kita, Homo sapiens, dikatakan terbentuk pada tahapan
terakhir evolusi spesies ini.
Satu Tulang Rahang Sebagai Sumber
Inspirasi
Fosil
Ramapithecus pertama yang ditemukan: tulang rahang yang hilang, terdiri dari
dua bagian (kanan). Evolusionis dengan berani menggambarkan Ramapithecus,
keluarga dan lingkungan tempat tinggal mereka, hanya berdasarkantulang rahang
ini.
Fosil-fosil seperti "Manusia Jawa", "Manusia Peking", dan "Lucy", yang senantiasa
muncul di media massa, jurnal dan buku-buku kuliah evolusionis, termasuk dalam
salah satu dari keempat spesies di atas. Spesies-spesies ini juga diasumsikan
bercabang menjadi sub-sub spesies. Sejumlah kandidat bentuk transisi dari masa
lampau, seperti Ramapithecus,
harus dikeluarkan dari silsilah imajiner evolusi manusia setelah diketahui
mereka adalah kera biasa.
Dengan menyusun rantai
hubungan sebagai: "Australopithecus > Homo habilis > Homo erectus
> Homo sapiens", evolusionis menyatakan bahwa masing-masing spesies ini
adalah nenek moyang spesies lainnya. Akan tetapi, temuan ahli-ahli
paleoantropologi baru-baru ini meng-ungkapkan bahwa Australopithecus, Homo
habilis dan Homo erectus hidup di belahan bumi berbeda pada masa yang sama.
Selain itu, suatu segmen manusia tertentu yang digolongkan sebagai Homo erectus
ternyata hidup hingga zaman modern. Homo sapiens neandartalensis dan Homo
sapiens sapiens (manusia modern) pernah hidup bersama di wilayah yang sama.
Situasi ini jelas menunjukkan ketidakabsahan pernyataan bahwa mereka adalah
nenek moyang bagi yang lain.
Pada hakikatnya, semua
temuan dan penelitian ilmiah telah mengungkapkan bahwa catatan fosil tidak mengisyaratkan
proses evolusi seperti yang dikemukakan evolusionis. Fosil-fosil tersebut, yang
mereka katakan sebagai nenek moyang manusia, ternyata milik suatu ras manusia
atau milik spesies kera. Lalu, yang manakah fosil manusia dan yang manakah
fosil kera? Mungkinkah salah satu dari keduanya bias dianggap sebagai bentuk
transisi? Untuk mendapatkan jawabannya, mari kita amati masing-masing kategori.
Australopithecus:
Spesies Kera
Australopithecus, kategori
pertama, berarti "kera dari selatan". Makhluk ini diduga pertama kali
muncul di Afrika sekitar 4 juta tahun lalu dan hidup hingga 1 juta tahun lalu.
Australopithecus memiliki beberapa kelas. Evolusionis berasumsi bahwa spesies
Australopithecus tertua adalah A. afarensis. Setelah itu muncul A. africanus,
yang memiliki kerangka lebih ramping, dan kemudian A. robustus, yang memiliki
kerangka relative lebih besar. Sedangkan untuk A. boisei, sejumlah peneliti
menganggapnya spesies yang berbeda dan sebagian lagi menggolongkannya dalam sub
spesies dari A. robustus.
Semua
spesies Australopithecus adalah kera yang sudah punah dan menyerupai kera masa
kini. Ukuran tengkorak mereka sama
atau lebih kecil dari simpanse yang hidup di masa sekarang. Terdapat bagian
menonjol pada tangan dan kaki mereka yang digunakan untuk memanjat pohon
seperti simpanse zaman sekarang, dan kaki mereka memiliki kemampuan menggenggam
dahan. Mereka bertubuh pendek (maksimum 130 cm) dan seperti simpanse masa kini,
Australopithecus jantan lebih besar dari Australopithecus betina. Sekian banyak
karakteristik seperti detail pada tengkorak, kedekatan kedua mata, gigi geraham
yang tajam, struktur rahang, lengan yang panjang, kaki yang pendek, merupakan
bukti bahwa makhluk hidup ini tidak berbeda dengan kera zaman sekarang.
Evolusionis menyatakan bahwa
meskipun Australopithecus memiliki anatomi kera, mereka berjalan dengan tegak
seperti manusia dan bukan seperti kera.
Pernyataan "berjalan tegak" ini
ternyata telah dipertahankan selama puluhan tahun oleh sejumlah ahli paleoantropologi
seperti Richard Leakey dan Donald C. Johanson. Namun, banyak ilmuwan telah melakukan
penelitian pada struktur kerangka Australopithecus dan membuktikan
ketidakabsahan argumentasi tersebut. Penelitian menyeluruh pada beragam
spesimen Australopithecus oleh dua ahli anatomi kelas dunia dari Inggris dan
Amerika Serikat, Lord Solly Zuckerman dan Prof. Charles Oxnard, menunjukkan
bahwa makhluk ini tidak bipedal dan bergerak seperti kera masa kini. Setelah
mempelajari fosil-fosil ini selama 15 tahun dengan segala perlengkapan yang
diberikan pemerintah Inggris, Lord Zuckerman dan timnya yang beranggotakan 5
orang spesialis sampai pada kesimpulan bahwa Australopithecus hanya spesies kera biasa dan pasti tidak bipedal. Zuckerman sendiri
adalah seorang evolusionis. Begitu pula Charles E. Oxnard, evolusionis yang terkenal dengan
penelitiannya pada subjek tersebut, menyamakan struktur kerangka
Australopithecus dengan milik orang utan modern. Akhirnya, pada tahun
1994, sebuah tim dari Universitas Liverpool Inggris melakukan riset menyeluruh
untuk mencapai suatu kesimpulan yang pasti. Mereka berkesimpulan bahwa "Australopithecus adalah
kuadripedal".
Singkatnya, Australopithecus
tidak memiliki kekerabatan dengan manusia dan mereka hanyalah spesies kera yang
telah punah.
Homo Habilis: Kera yang
Dinyatakan sebagai Manusia
Kemiripan struktur kerangka
dan tengkorak Australopithecus dengan simpanse, dan penolakan terhadap pernyataan
bahwa makhluk ini berjalan tegak, telah sangat menyulitkan ahli paleoantropologi
pro evolusi. Karena, menurut skema evolusi rekaan mereka, Homo erectus muncul
setelah Australopithecus. Karena awalan kata "homo" berarti
"manusia", maka Homo erectus tergolong kelas manusia berkerangka
tegak. Ukuran tengkoraknya dua kali lebih besar dari Australopithecus.
Peralihan lang-sung dari Australopithecus, yakni seekor kera mirip simpanse, ke
Homo erectus yang berkerangka
sama dengan manusia modern, adalah mustahil bahkan menurut teori mereka
sendiri. Jadi, diperlukan "mata rantai", yakni "bentuk
transisi". Dan konsep Homo habilis
muncul untuk memenuhi kebutuhan ini.
Pengelompokan Homo habilis
diajukan pada tahun 1960-an oleh Keluarga Leakey, sebuah keluarga "pemburu
fosil". Menurut Leakey, spesies baru yang mereka kelompokkan sebagai Homo
habilis memiliki kapasitas tengkorak relatif besar, kemampuan berjalan tegak
dan menggunakan peralatan dari batu dan kayu. Karena itu, mungkin saja ia
adalah nenek moyang manusia. Fosil-fosil baru dari spesies yang sama ditemukan
pada akhir tahun 1980-an, dan mengubah total pandangan ini. Sejumlah peneliti
seperti Ber-nard Wood dan C. Loring Brace, berdasarkan fosil-fosil baru tersebut
mengatakan bahwa Homo habilis, yang berarti "manusia yang mampu
menggunakan alat" seharusnya digolongkan sebagai Australopithecus habilis
yang berarti "kera Afrika Selatan yang mampu menggunakan alat",
karena Homo habilis memiliki banyak kesamaan ciri dengan kera Australopithecus.
Ia memiliki lengan yang panjang, kaki yang pendek dan struktur kerangka mirip
kera seperti Australopithecus. Jari tangan dan jari kakinya cocok untuk
memanjat. Struktur tulang rahangnya sangat mirip dengan rahang kera masa
sekarang. Rata-rata kapasitas tengkoraknya yang 600 cc juga mengindikasi fakta
bahwa Homo habilis adalah kera. Singkatnya, Homo habilis, yang diklaim sebagai
spesies berbeda oleh se-jumlah evolusionis, ternyata merupakan spesies kera
seperti semua Australopithecus yang lain.
Penelitian yang dilakukan pada
tahun-tahun berikutnya benar-benar menunjukkan bahwa Homo habilis tidak berbeda
dengan Australopithecus. Fosil tengkorak dan kerangka OH26 yang ditemukan Tim
White menunjukkan bahwa spesies ini memiliki kapasitas tengkorak kecil, lengan panjang serta kaki pendek yang memungkinkannya
memanjat pohon; tidak berbeda dengan kera modern. Analisis terperinci yang
dilakukan ahli antropologi Amerika, Holly Smith, pada tahun 1994 menunjukkan bahwa
Homo habilis bukan "homo", atau "manusia", melainkan
"kera". Mengenai analisis yang dilakukannya
terhadap gigi-gigi Australopithecus, Homo habilis, Homo erectus dan Homo
neandertalensis, Smith menyatakan: Dengan membatasi analisis hanya pada
spesimen-spesimen yang memenuhi kriteria ini, pola perkembangan gigi Australopithecus dan Homo habilis menunjukkan
bahwa mereka sekelompok dengan kera Afrika. Sedangkan Homo erectus dan
Neandertal diklasifikasikan dengan manusia.
Homo Habilis
Satu
Lagi Kera yang Telah Punah Sudah sejak
lama para evolusionis menyatakan bahwa makhluk yang mereka namakan Homo habilis
dapat berjalan tegak. Mereka beranggapan telah menemukan mata rantai penghubung
antara kera dengan manusia. Akan tetapi, fosil-fosil baru Homo habilis yang
ditemukan Tim White pada tahun 1986 dan diberi nama OH 62 membantah klaim ini. Fragmen
fosil ini memperlihatkan bahwa Homo habilis berlengan panjang dan berkaki
pendek seperti kera modern. Fosil ini mengakhiri klaim bahwa Homo habilis
adalah makhluk bipedal yang dapat berjalan tegak. Ternyata, Homo habilis juga tidak
lebih dari spesies kera.
"Homo habilis OH 7" di samping kanan
adalah fosil yang paling baik menggambarkan karakteristik rahang Homo habilis.
Fosil rahang ini memiliki gigi seri yang besar. Gigi gerahamnya kecil. Bentuk
rahang persegi. Semua ciri ini membuat rahang ini sangat mirip dengan rahang
kera masa kini. Dengan kata lain, rahang Homo habilis menegaskan sekali
lagi bahwa makhluk ini adalah sejenis kera.
Tahun itu juga, tiga
spesialis anatomi, Fred Spoor, Bernard Wood dan Frans Zonneveld, menarik kesimpulan
serupa melalui metode yang sama sekali berbeda. Metode ini berdasarkan analisis
perbandingan saluran setengah lingkaran pada telinga bagian dalam milik manusia
dan kera yang berfungsi menjaga keseimbangan. Saluran ini berbeda jauh antara
manusia yang berjalan tegak, dengan kera yang berjalan membungkuk. Saluran
telinga bagian dalam pada semua Australopithecus serta spesimen Homo habilis
yang diteliti oleh Spoor, Wood dan Zonneveld, sama seperti pada kera modern.
Saluran telinga bagian dalam pada Homo erectus sama dengan pada manusia modern. Temuan ini membuahkan
dua hasil penting:
1. Fosil-fosil yang dikatakan sebagai Homo habilis sebenarnya
tidak termasuk kelas "homo", atau manusia, tetapi kelas
Australopithecus, atau kera.
2. Baik Homo habilis maupun Australopithecus adalah makhluk hidup
yang berjalan membungkuk, dan karenanya memiliki kerangka kera. Mereka tidak
memiliki hubungan apa pun dengan manusia.
Homo Rudolfensis:
Susunan Wajah yang Salah
Homo rudolfensis adalah nama
yang diberikan kepada beberapa bagian fosil yang ditemukan pada tahun 1972.
Kelompok yang diwakili fosil ini juga dinamai Homo rudolfensis karena ditemukan
di dekat Sungai Rudolf di Kenya. Mayoritas ahli paleoantropologi menyetujui
bahwa fosil-fosil ini tidak berasal dari spesies yang berbeda, melainkan
termasuk Homo habilis.
Richard Leakey, penemu fosil
tersebut, memperkenalkan tengkorak yang dinamai "KNM-ER 1470" dan dinyatakan
berusia 2,8 juta tahun itu sebagai penemuan terbesar dalam sejarah antropologi
dan berpengaruh luas. Menurut Leakey, makhluk berukuran tengkorak kecil seperti
Australopithecus namun berwajah manusia tersebut adalah mata rantai yang hilang
antara Australopithecus dan manusia. Akan tetapi, tidak berapa la-ma kemudian
diketahui bahwa wajah mirip manusia dari tengkorak KNM-ER 1470 yang sering
tampil pada sampul depan majalah-majalah ilmiah adalah hasil penggabungan
fragmenfragmen tengkorak secara keliru-yang mungkin dilakukan dengan sengaja.
Prof. Tim Bromage, pengkaji anatomi wajah manusia, menjelaskan kenyataan yang
diungkapkannya dengan bantuan simulasi computer ini pada tahun 1992.
Ketika KNM-ER 1470 pertama
kali direkonstruksi, wajahnya dilekatkan pada tengkorak dalam posisi hampir vertikal,
sangat menyerupai wajah datar manusia modern. Akan tetapi penelitian baru-baru
ini mengenai hubungan-hubungan anatomis menunjukkan bahwa pada masa hidupnya
wajah itu seharusnya sangat menonjol, memunculkan aspek mirip kera, agak mirip
dengan wajah Australopithecus.
Mengenai kasus ini, seorang
ahli paleoantropologi evolusionis, J. E. Cronin, menyatakan:
wajahnya yang dikonstruksi relatif kokoh, naso-alveolar clivus
yang agak datar (mengarah wajah
cembung Australopithecus), lebar-maksimum tengkorak yang rendah
(pada bagian temporal), gigi taring yang kuat dan geraham yang besar (seperti
yang ditunjukkan oleh sisa akarnya), seluruhnya merupakan sifat-sifat yang
relatif primitif, yang menghubungkan spesimen tersebut dengan kelompok A.
africanus.
C. Loring Brace dari Universitas
Michigan berkesimpulan sama setelah ia menganalisis struktur rahang dan gigi
tengkorak 1470. Menurutnya, ukuran rahang dan bagian yang ditumbuhi gigi
geraham menunjukkan bahwa ER 1470 memiliki wajah dan gigi Australopithecus.
Prof. Alan Walker, ahli
paleoantropologi dari Universitas John Hopkins telah melakukan banyak
penelitian pada KNM-ER 1470 seperti halnya Leakey, dan bersikeras bahwa makhluk
hidup ini seharusnya tidak dikelompokkan sebagai "homo" atau spesies
manusia seperti Homo habilis atau Homo rudolfensis, tetapi harus dimasukkan ke
dalam spesies Australopithecus.
Jadi, pengelompokan seperti Homo habilis atau Homo rudolfensis yang dikatakan
sebagai bentuk transisi antara Australopithecines dengan Homo erectus,
sepenuhnya hanyalah rekaan. Sebagaimana dikuatkan oleh banyak peneliti masa
kini, makhluk-makhluk hidup ini adalah anggota
Australopithecus. Seluruh ciri anatomis memperlihatkan bahwa mereka
adalah spesies kera. Setelah makhluk-makhluk ini, yang ternyata semuanya
spesies kera, kemudian muncul fosil-fosil "homo" yang merupakan
fosil-fosil manusia.
Homo Erectus dan
Setelahnya: Manusia
Menurut skema rekaan
evolusionis, evolusi internal spesies Homo adalah sebagai berikut: pertama Homo
erectus, kemudian Homo sapiens purba dan Manusia Neandertal, lalu Manusia
Cro-Magnon dan terakhir manusia modern. Akan tetapi, semua klasifikasi ini
ternyata hanya ras-ras asli manusia. Perbedaan di antara mereka tidak lebih
dari perbedaan antara orang Inuit (eskimo) dengan negro atau antara pigmi dengan
orang Eropa.
Mari kita terlebih dulu
mengkaji Homo erectus, yang dikatakan sebagai spesies manusia paling primitif.
Kata "erect" berarti "tegak", maka "Homo erectus"
berarti "manusia yang berjalan tegak". Evolusionis harus memisahkan
manusia-manusia ini dari yang sebelumnya dengan menambahkan ciri "tegak",
sebab semua fosil Homo erectus bertubuh tegak, tidak seperti spesimen
Australopithecus atau Homo habilis. Jadi,
tidak terdapat perbedaan antara kerangka manusia modern dan Homo erectus.
Alasan utama evolusionis
mendefinisikan Homo erectus sebagai "primitif" adalah ukuran
tengkoraknya (900-1100 cc) yang lebih kecil dari rata-rata manusia modern, dan
tonjolan alisnya yang tebal. Namun, banyak
manusia yang hidup di dunia sekarang memiliki volume tengkorak sama dengan Homo
erectus (misalnya suku Pigmi) dan ada beberapa ras yang memiliki alis
menonjol (seperti suku Aborigin Australia).
Sudah menjadi fakta yang
disepakati bersama bahwa perbedaan ukuran tengkorak tidak selalu menunjukkan
perbedaan kecerdasan atau kemampuan. Kecerdasan bergantung pada organisasi
internal otak, dan bukan pada volumenya.
Fosil yang telah menjadikan
Homo erectus terkenal di dunia adalah fosil Manusia Peking dan Manusia
Jawa yang ditemukan di Asia. Akan tetapi, akhirnya diketahui bahwa dua
fosil ini tidak bisa diandalkan. Manusia Peking terdiri dari beberapa bagian
yang terbuat dari plester untuk menggantikan bagian asli yang hilang. Sedangkan
Manusia Jawa "tersusun" dari fragmen-fragmen tengkorak, ditambah
dengan tulang panggul yang ditemukan beberapa meter darinya, tanpa indikasi
bahwa tulang-tulang tersebut berasal dari satu makhluk hidup yang sama. Itu
sebabnya fosil Homo erectus yang ditemukan di Afrika menjadi lebih penting.
(Perlu diketahui pula bahwa sejumlah fosil yang dikatakan sebagai Homo erectus,
oleh sebagian evolusionis dimasukkan ke dalam kelompok kedua yang diberi nama
"Homo ergaster". Ada perbedaan pendapat di antara mereka tentang
masalah ini. Kita akan menganggap semua fosil ini termasuk kelompok Homo erectus).
Spesimen Homo erectus paling terkenal dari Afrika adalah fosil "Narikotome
homo erectus" atau "Anak Lelaki
Turkana", yang ditemukan dekat danau Turkana, Kenya. Dipastikan
bahwa fosil tersebut milik seorang anak laki-laki berusia 12 tahun, yang
mungkin akan mencapai tinggi dewasa 1,83 meter. Struktur kerangka yang tegak
dari fosil tidak berbeda dengan manusia modern. Mengenai ini, seorang ahli paleoantropologi
Amerika, Alan Walker, meragukan kemampuan ahli patologi kebanyakan untuk membedakan
kerangka fosil tersebut dengan kerangka manusia modern." Tentang tengkorak
tersebut, Walker berkata bahwa "tengkorak itu tampak sangat mirip dengan
Neandertal". Seperti yang akan kita temukan pada bab berikutnya, Neandertal
adalah ras manusia modern. Jadi, Homo erectus adalah ras manusia modern juga.
Pelaut
Berusia 700 Ribu Tahun
"Manusia prasejarah ternyata lebih cerdas dari
yang kita duga" Berita yang dimuat di New Scientist pada tanggal 14 Maret
1998 ini mengungkapkan bahwa manusia yang oleh evolusionis disebut Homo erectus
telah melakukan pelayaran 700 ribu tahun lalu. Manusia ini memiliki pengetahuan
dan teknologi yang cukup untuk membangun kapal serta memiliki kebudayaan yang
menggunakan alat perhubungan laut, karenanya tidak bisa dikatakan
"primitif".
Homo Erectus: Ras
Manusia Kuno
Homo erectus
berarti "manusia tegak". Semua fosil yang termasuk spesies ini
berasal dari rasras manusia tertentu. Karena sebagian besar fosil Homo erectus
tidak memiliki karakteristik yang sama, sungguh sulit mendefinisikan mereka
berdasarkan tengkoraknya. Itu sebabnya peneliti evolusionis yang berbeda
membuat klasifikasi dan penamaan yang berbeda pula. Kiri atas adalah tengkorak
yang ditemukan di Koobi Fora, Afrika pada tahun 1975 yang secara umum mendefinisikan
Homo erectus. Kanan atas adalah tengkorak Homo ergaster KNM-ER 3733, yang masih
dipertanyakan.
Ukuran
tengkorak dari beragam fosil Homo erectus ini berkisar antara 900 hingga 1100
cc. Angka ini masih dalam batas ukuran tengkorak manusia modern.
Kerangka
KNM-WT 15000 atau Anak Turkana di sebelah kanan barangkali fosil manusia tertua
dan terlengkap yang pernah ditemukan. Penelitian terhadap fosil yang
di-perkirakan berusia 1,6 juta tahun ini menunjukkan bahwa pemiliknya seorang
anak berusia 12 tahun yang bias mencapai tinggi dewasa sekitar 1,80 m. Fosil
yang sangat menyerupai ras Neandertal ini adalah salah satu bukti paling kuat
yang menggugurkan kisah evolusi manusia.
Evolusionis
Donald Johnson melukiskan fosil ini sebagai berikut: "Ia tinggi dan kurus.
Bentuk tubuh dan perbandingan antara tangan dan kakinya sama dengan orang
Afrika Khatulistiwa yang hidup saat ini. Ukuran tangan dan kakinya cocok sekali
dengan orang dewasa kulit putih Amerika Utara masa kini."
Bahkan evolusionis Richard
Leakey menyatakan bahwa perbedaan antara Homo erectus dan manusia modern tidak
lebih dari variasi ras: Perbedaan bentuk tengkorak, tingkat tonjolan wajah,
kekokohan dahi dan sebagainya akan terlihat. Perbedaan-perbedaan ini mungkin seperti yang kita saksikan saat ini pada
ras-ras manusia modern yang terpisah secara geografis. Variasi biologis
semacam ini muncul ketika populasi-populasi saling terpisah secara geografis
untuk kurun waktu yang lama.
Prof. William Laughlin dari
Universitas Connecticut melakukan pengujian anatomi menyeluruh terhadap orang-orang
Inuit dan orang-orang yang hidup di kepulauan Aleut. Ia mendapati mereka sangat
mirip dengan Homo erectus. Laughlin berkesimpulan bahwa semua ras ini ternyata
ras-ras yang bervariasi dari Homo sapiens (manusia modern). Jika kita
mempertimbangkan perbedaan besar antara kelompok-kelompok yang berjauhan
seperti Eskimo
dan Bushman, yang diketahui berasal dari satu spesies Homo
sapiens, maka dapat disimpulkan bahwa Sinanthropus [spesimen erectus-ALC]
termasuk dalam spesies yang sama.
Di lain pihak, terdapat
jurang pemisah yang lebar antara Homo erectus, suatu ras manusia, dan kera yang
mendahului Homo erectus dalam skenario "evolusi manusia"
(Australopithecus, Homo habilis, Homo rudolfensis). Ini berarti bahwa manusia
pertama muncul secara tiba-tiba dalam catatan fosil dan tanpa sejarah evolusi
apa pun. Hal ini sudah cukup jelas mengindikasikan bahwa mereka diciptakan.
Akan tetapi, pengakuan atas
fakta ini akan sangat bertentangan dengan filsafat dogmatis dan ideology evolusionis.
Karenanya, mereka mencoba menggambarkan Homo erectus, ras manusia sesungguhnya,
sebagai makhluk separo kera. Pada rekonstruksi Homo erectus, evolusionis
berkeras menggambarkan ciri-ciri kera. Sebaliknya, dengan metode penggambaran
yang sama, mereka memanusiakan kera seperti Australopithecus atau Homo habilis.
Dengan cara ini, mereka berupaya "mendekatkan" kera dan manusia, dan
menutup celah antara dua kelompok makhluk hidup yang berbeda ini.
Neandertal
Neandertal adalah manusia
yang tiba-tiba muncul 100 ribu tahun lalu di Eropa dan kemudian menghilang -
atau terasimilasi melalui pembauran dengan ras-ras lain secara diam-diam namun
cepat, 35 ribu tahun lalu. Perbedaan antara mereka dengan manusia modern hanyalah
kerangka tubuh yang lebih kekar dan kapasitas tengkorak mereka sedikit lebih
besar.
Neandertal adalah ras
manusia, dan kenyataan ini sekarang diakui oleh hampir semua orang. Evolusionis
telah berusaha keras menampilkan mereka sebagai "spesies primitif",
namun semua temuan menunjukkan bahwa Neanderthal tidak berbeda dengan orang
berperawakan "kekar" yang lewat di jalan saat ini. Seorang pakar
dalam hal ini, Erik Trinkaus, ahli paleoantropologi dari Universitas New Mexico
menulis: Perbandingan anatomis terperinci antara sisa-sisa kerangka Neandertal
dengan kerangka manusia modern tidak menunjukkan dengan pasti bahwa kemampuan
lokomotif, manipulatif, intelektual atau bahasa Neandertal lebih rendah dari
manusia modern.
Banyak peneliti modern
menggolongkan manusia Neandertal sebagai suatu sub spesies dari manusia modern
dan menamakannya "Homo sapiens neandertalensis". Temuan-temuan membuktikan
bahwa Neandertal mengubur mayat kerabat mereka, membuat alat musik dan memiliki
hubungan kebudayaan dengan Homo sapiens sapiens yang hidup seperiode. Tegasnya,
Neandertal adalah ras manusia bertubuh "kekar" yang menghilang
seiring perjalanan masa.
Homo Sapiens Kuno, Homo
Heilderbergensis dan Manusia Cro-Magnon
Dalam skema evolusi rekaan,
Homo sapiens kuno adalah tahapan terakhir sebelum manusia modern. Pada kenyataannya,
evolusionis tidak dapat berkata banyak tentang manusia ini, karena hanya ada
sedikit perbedaan antara mereka dengan manusia modern. Sejumlah peneliti bahkan
mengatakan bahwa representasi ras ini masih hidup hingga sekarang, dan merujuk
kepada orang Aborigin di Australia sebagai contoh. Seperti Homo sapiens, orang
Aborigin juga memiliki alis tebal yang menonjol, struktur rahang miring ke
dalam dan kapasitas tengkorak sedikit lebih kecil. Di samping itu, sejumlah
penemu-an penting mengisyaratkan bahwa manusia semacam itu pernah hidup di
Hongaria dan di beberapa desa di Italia hingga beberapa waktu lalu.
Neandertal:
Manusia Kekar
Di atas ini adalah tengkorak Homo sapiens
neandertalensis, tengkorak Amud 1 yang ditemukan di Israel. Manusia Neanderthal
umumnya dikenal berperawakan kekar tapi pendek. Akan tetapi, pemilik fosil ini
diperkirakan bertinggi badan 1,80 m. Kapasitas tengkorak terbesar dari yang pernah
dijumpai: 1740 cc. Karena itu, fosil tersebut termasuk bukti penting yang dengan
telak menghancurkan klaim bahwa Neandertal adalah spesies primitif.
Kelompok yang disebut
sebagai Homo heilderbergensis dalam literatur evolusionis ternyata sama dengan Homo
sapiens kuno. Dua istilah berbeda ini digunakan untuk mendefinisikan ras
manusia yang sama, karena perbedaan konsep di kalangan evolusionis. Semua fosil
yang termasuk dalam golongan Homo heilderbergensis menunjukkan bahwa kelompok
manusia yang secara anatomis sangat mirip dengan orang Eropa modern telah hidup
500 ribu dan bahkan 740 ribu tahun sebelumnya, pertama di Inggris dan kemudian
di Spanyol.
Diperkirakan manusia
Cro-Magnon hidup 30.000 tahun lalu. Manusia ini memiliki tengkorak berbentuk kubah
dan dahi yang lebar. Kapasitas tengkoraknya 1.600 cc, di atas rata-rata untuk
manusia modern. Tengkoraknya memiliki tonjolan alis yang tebal dan tonjolan
tulang di bagian belakang yang merupakan ciri manusia Neanderthal dan Homo
erectus.
Kendati Cro-Magnon dianggap
suatu ras Eropa, struktur dan volume tengkoraknya tampak lebih mirip tengkorak
ras-ras yang hidup di Afrika dan daerah tropis saat ini. Berdasarkan ini,
Cro-Magnon diperkirakan sebagai suatu ras Afrika kuno. Sejumlah temuan
paleoantropologi telah menunjukkan bahwa ras Cro-Magnon dan Neandertal saling
membaur, kemudian mengawali ras-ras dewasa ini. Sekarang sudah diakui bahwa
representasi dari ras Cro-Magnon masih hidup di beberapa wilayah di benua
Afrika, dan di daerah Salute dan Dordogne di Prancis. Kelompok manusia
berkarakteristik sama juga hidup di Polandia dan Hongaria.
Hidup Sezaman dengan
Nenek Moyang
Kajian kita sejauh ini telah
membentuk sebuah gambaran jelas: skenario "evolusi manusia" hanyalah
fiksi. Agar silsilah seperti itu ada, evolusi bertahap dari kera hingga manusia
seharusnya sudah terjadi dan catatan fosil dari proses ini seharusnya telah ditemukan.
Akan tetapi, ada jarak pemisahkan
sangat lebar antara kera dan manusia. Struktur kerangka, kapasitas
tempurung kepala dan kriteria lain seperti berjalan tegak atau sangat
membungkuk, membedakan manusia dari kera. (Dari hasil riset tahun 1994 tentang saluran
keseimbangan pada telinga bagian tengah, Australopithecus dan Homo habilis
dikelompokkan sebagai kera, sedangkan Homo erectus dikelompokkan sebagai
manusia.)
Satu lagi temuan penting
yang membuktikan bahwa tidak mungkin ada silsilah keluarga di antara spesies yang
berbeda-beda ini adalah: spesies yang ditampilkan sebagai nenek moyang dan
penerusnya ternyata hidup bersamaan. Jika anggapan evolusionis benar bahwa
Australopithecus berubah menjadi Homo habilis dan kemudian berubah menjadi Homo
erectus, maka seharusnya mereka hidup pada era yang berurutan. Akan tetapi,
tidak ada urutan kronologis seperti itu.
Sejarah Rahasia Homo
sapiens
Fakta paling menarik dan
penting yang menggugurkan landasan utama silsilah imajiner teori evolusi ini
adalah sejarah manusia modern, yang ternyata
cukup tua. Data paleoantropologi mengungkapkan bahwa orangorang Homo
sapiens yang persis sama dengan kita, telah hidup pada satu juta tahun lalu.
Orang yang menemukan bukti
pertama dalam hal ini adalah Louis Leakey, seorang ahli paleoantropologi
evolusionis. Pada ta-hun 1932, di daerah Kanjera sekitar Danau Victoria di
Kenya, Leakey menemukan be-berapa fosil yang berasal dari zaman Pleistosin
Tengah. Fosil itu ternyata tidak berbeda dengan manusia modern. Akan tetapi,
zaman Pleistosin Tengah berarti satu juta tahun lalu. Karena penemuan ini
membalikkan silsilah keturunan evolusi, sejumlah ahli paleoantropologi
evolusionis tidak mau mengakuinya. Namun Leakey selalu bertahan bahwa
perkiraannya benar.
Ketika kontroversi ini
hampir terlupakan, sebuah fosil ditemukan di Spanyol pada tahun 1995 dan dengan
sangat gamblang menunjukkan bahwa sejarah Homo sapiens ternyata jauh lebih tua
dari yang diperkirakan. Fosil tersebut ditemukan di sebuah gua bernama Gran
Dolina di wilayah Atapuerca di Spanyol oleh tiga orang ahli paleoantropologi
Spanyol dari Universitas Madrid. Fosil tersebut adalah wajah anak laki-laki
berusia 11 tahun yang sepenuhnya tampak seperti manusia modern. Padahal, fosil
tersebut telah berusia 800.000 tahun sejak ia meninggal. Majalah Discover
memuat rincian kisah ini pada Desember 1997.
Fosil tersebut bahkan
menggoyahkan keyakinan Ferreras, yang memimpin penggalian Gran Dolina. Ia berujar,
Kami mengharapkan sesuatu yang signifikan, sesuatu yang besar, sesuatu yang
bombastis, sesuatu yang "primitif". Harapan kami terhadap seorang
anak berusia 800.000 tahun adalah sesuatu seperti Anak Lelaki Turkana. Dan apa
yang ka-mi temukan adalah wajah yang sama sekali modern. Bagi saya hal ini
sangat spektakuler sesuatu yang mengguncangkan. Menemukan sesuatu yang sama
sekali tidak diharapkan seperti itu. Bukan tentang masalah menemukan fosil
menemukan fosil bisa juga mengejutkan, dan tidak jadi masalah. Namun hal yang
paling spektakuler adalah menemukan sesuatu yang Anda kira berasal dari zaman
sekarang, di masa lam-pau. Sama halnya dengan menemukan sesuatu seperti…
seperti tape recorder di Gran Dolina. Itu akan sangat mengejutkan. Kami tidak mengharapkan ada kaset dan tape recorder
pada zaman Pleistosin Awal. Menemukan wajah modern begitu pula. Kami
sangat terkejut melihatnya.
Fosil tersebut menegaskan
fakta bahwa sejarah Homo sapiens harus ditarik ke belakang hingga 800 ribu tahun
lalu. Setelah pulih dari keterkejutannya, evolusionis yang menemukan fosil
tersebut memutuskan bahwa fosil ini berasal dari spesies yang berbeda, sebab
menurut silsilah keturunan evolusi, tidak ada Homo sapiens yang pernah hidup
800 ribu tahun lalu. Jadi, mereka mengarang sebuah spesies baru bernama "Homo antecessor" dan
memasukkan tengkorak Atapuerca ke dalam kelompok ini.
Jejak Kaki Manusia
Modern, Berusia 3,6 Juta Tahun
Sejumlah penemuan lain
merunut asal usul manusia modern hingga 1,7 juta tahun yang lalu. Salah satu dari
temuan penting ini adalah jejak-jejak kaki yang ditemukan di Laetoli, Tanzania
oleh Mary Leakey pada tahun 1977. Jejak-jejak kaki ini ditemukan pada lapisan
yang menurut perhitungan berusia 3,6 juta tahun. Yang lebih penting lagi,
jejak-jejak kaki ini tidak berbeda dari jejak kaki manusia modern.
Jejak-jejak kaki yang
ditemukan Mary Leakey kemudian dipelajari sejumlah ahli paleoantropologi
seperti Don Johanson dan Tim White. Hasilnya sama. White menulis: Tidak
disangsikan lagi. Jejak-jejak itu
serupa dengan jejak kaki manusia modern. Jika jejak itu ditinggalkan di
pasir pantai California sekarang, dan seorang anak berusia empat tahun ditanya
tentangnya, ia akan langsung menjawab bahwa seseorang telah berjalan di sana.
Ia tidak akan dapat membedakannya dengan seratus jejak kaki lain di pantai,
begitu pula Anda.
Setelah meneliti jejak
tersebut, Louis Robbins dari Universitas North California berkomentar sebagai
berikut: Lengkungannya agak tinggi - manusia yang lebih kecil memiliki
lengkungan lebih tinggi daripada yang saya miliki - dan jempol kakinya besar
dan sejajar dengan jari kaki sebelahnya. Jari-jari kaki menekan tanah seperti
jari-jari kaki manusia. Anda tidak akan mendapati ini pada hewan.
Pengujian-pengujian
morfologis tetap menunjukkan bahwa jejak-jejak kaki tersebut harus diakui
berasal dari manusia, lebih jauh lagi, manusia modern (Homo sapiens). Russell
Tuttle yang mempelajari ini menulis: Jejak-jejak
ini mungkin berasal dari seorang Homo sapiens kecil yang bertelanjang kaki. Dari
semua ciri morfologi yang teramati, kaki individu yang membuat jejak tersebut
tidak berbeda dengan kaki manusia modern.
Penelitian yang jujur
tentang jejak-jejak kaki tersebut mengungkapkan pemilik sebenarnya. Pada
kenyataan, jejak-jejak kaki ini terdiri dari 20 jejak dari seorang manusia
modern berusia 10 tahun yang membatu dan 27 jejak kaki dari seorang yang lebih
muda. Mereka benar-benar manusia modern seperti kita. Situasi ini menjadikan
jejak kaki Laetoli sebagai topik diskusi selama bertahun-tahun. Para pakar paleoantropologi
evolusionis berupaya keras memikirkan sebuah penjelasan karena sulit bagi
mereka menerima kenyataan bahwa manusia modern telah berjalan di muka bumi 3,6
juta tahun lalu. Pada tahun 1990-an, "penjelasan" ini mulai
terbentuk. Evolusionis memutuskan bahwa jejak kaki ini tentunya ditinggalkan
oleh Australopithecus, sebab menurut teori mereka, mustahil spesies homo ada
3,6 juta tahun lalu. Dalam artikelnya pada tahun 1990, Russell H. Tuttle menulis
sebagai berikut: Singkatnya, jejak kaki berusia 3,5 juta tahun di situs G
Laetoli menyerupai jejak manusia modern yang biasa bertelanjang kaki. Tidak ada
ciri-ciri yang menunjukkan bahwa hominid Laetoli memiliki kemampuan bipedal yang
lebih rendah dari kita. Kalau saja jejak pada situs G ini tidak diketahui setua
itu, kami akan langsung menyimpulkan bahwa jejak tersebut dibuat oleh anggota
genus Homo. Dalam hal ini, kita harus mengesampingkan asumsi lemah bahwa jejak
Laetoli telah dibuat oleh jenis Lucy, yaitu Australopithecus aferensis.
Dengan kata lain,
jejak-jejak berumur 3,6 juta tahun ini tidak mungkin milik Australopithecus.
Satu-satunya alasan mengapa jejak-jejak ini dianggap berasal darinya adalah
karena jejak tersebut berada pada lapisan vulkanik berumur 3,6 juta tahun.
Jejak tersebut dianggap milik Australopithecus dengan asumsi bahwa manusia
tidak mungkin telah hidup pada zaman seawal itu.
Penafsiran jejak Laetoli
menunjukkan kepada kita suatu realita yang sangat penting. Evolusionis mendukung
teorinya tidak dengan mempertimbangkan temuan ilmiah, tetapi justru
mengabaikannya. Di sini kita mendapati sebuah teori yang dibela secara membabi
bu-ta, dan semua temuan yang bertentangan dengan teori tersebut diabaikan atau
diselewengkan demi tujuan mereka. Singkatnya, teori evolusi bukan ilmu
pengetahuan, tetapi dogma yang dijaga agar tetap hidup dengan mengabaikan ilmu
pengetahuan.
Kebuntuan Bipedalisme
bagi Evolusi
Terlepas dari catatan fosil
yang telah kita diskusikan, lebarnya jarak perbedaan anatomis antara manusia
dan kera juga menggugurkan cerita rekaan evolusi manusia. Salah satu perbedaan
ini berhubungan dengan cara berjalan. Manusia berjalan tegak dengan kedua
kakinya. Suatu cara
bergerak yang sangat unik dan tidak didapati pada spesiesspesies lain.
Sebagian hewan memang memiliki kemampuan terbatas untuk bergerak sembari
berdiri dengan kedua kaki belakangnya. Hewan seperti beruang dan monyet
terkadang bergerak seperti ini ketika hendak menggapai makanan, dan hanya
selama beberapa saat. Normalnya, kerangka mereka condong ke depan dan mereka
berjalan dengan empat kaki. Lalu kemudian, apakah bipedalisme merupakan hasil
evolusi dari cara berjalan monyet yang kuadripedal seperti yang diklaim
evolusionis? Tentu saja tidak. Penelitian telah menunjukkan bahwa evolusi
bipedalisme tidak pernah dan tidak mungkin terjadi. Pertama, cara berjalan
bipedal bukan suatu keuntungan. Cara monyet bergerak lebih mudah, lebih cepat
dan lebih efisien daripada cara berjalan bipedal manusia. Manusia tidak dapat
meloncat dari satu pohon ke pohon lain tanpa menyentuh tanah seperti simpanse,
atau berlari dengan kecepatan 125 km/jam seperti cheetah. Sebaliknya, karena
manusia berjalan dengan kedua kakinya, ia bergerak jauh lebih lambat di atas
tanah. Untuk alasan yang sama, manusia adalah salah satu spesies yang paling
tidak terlindung di alam, jika ditinjau dari gerakan dan pertahanan. Menurut
logika evolusi, monyet seharusnya tidak berevolusi mengambil cara berjalan
bipedal. Sebaliknya, manusialah yang seharusnya berevolusi menjadi kuadripedal.
Kebuntuan lain dari klaim
evolusi adalah bahwa cara berjalan bipedal tidak sesuai dengan model "perkembangan
bertahap" Darwinisme. Model ini, yang menjadi dasar evolusi, mengharuskan
adanya suatu cara berjalan "gabungan" antara cara berjalan bipedal
dan kuadripedal. Tetapi penelitian komputer yang dilakukan Robin Crompton,
seorang ahli paleoantropologi Inggris pada tahun 1996 menunjukkan bahwa "gabungan"
ini mustahil terjadi. Crompton mencapai kesimpulan berikut ini: Mahluk hidup
hanya dapat berjalan tegak, atau dengan keempat kakinya. Cara berjalan
setengah-setengah antara bipedal dan kuadripedal sangat menguras energi. Itu
sebabnya tidak mungkin ada makhluk setengah bipedal.
Penelitian terakhir mengungkapkan bahwa
tidakmungkin bagi kerangka bungkuk kera yang sesuaiuntuk berjalan kuadripedal
berevolusi menjadi kerangka tegak manusia yang sesuai untuk berjalan bipedal.
No comments:
Post a Comment