Friday 13 January 2012

PRAKTIKUM FISTUM MEMBRAN DAN PERMEABILITASNYA


II. MEMBRAN DAN PERMEABILITASNYA

Kegiatan 1

I. Judul           : Permeabilitas Jaringan Hidup Terhadap Asam & Basa

II.  Tujuan
1.      Mempelajari permeabilitas jaringan hidup terhadap asam dan basa.
2.      Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi sifat dan permeabilitas membran jaringan hidup.

III. Alat dan Bahan
            3.1 Alat
1.      Pisau
2.      Kaca pengamatan                         
3.      Stopwatch
4.      Pinset
5.      Gelas beaker (80 ml)
6.      Pipet tetes
7.      Petridis
3.2 Bahan                  
1.      10 ml HCl (0,025 N)                    
2.      10 ml asam asetat (0,025 N)
3.      10 ml KOH (0,025 N)
4.      10 ml NH4OH (0,025 N)                         
5.      Air suling
6.      Daun Rhoeo discolor

IV.  Langkah Kerja
1.      Menyiapkan dan membersihkan alat dan bahan.
2.      Menyiapkan 10 lapisan epidermis bagian bawah Rhoeo discolor.
3.      Meletakkan lapisan epidermis tersebut dalam air suling.
4.      Mengambil 5 petridis kemudian meneteskan secara terpisah larutan sebagai berikut :
-   Air suling
-   HCl (0,025 N)
-   Asam asetat (0,025 N)
-   KOH (0,025 N)
-   NH4OH (0,025 N)
5.      Meletakkan 2 potong jaringan epidermis kedalam air suling, 2 potongan kedalam KOH, dan 6 potongan dalam NH4OH.
6.      Mencatat waktu yang diperlukan sampai terjadi perubahan warna biru pada lapisan epidermis setelah diletakkan.
7.      Setelah lapisan epidermis dalam NH4OH berubah menjadi biru (seluruhnya / sebagian), memindahkan 4 diantaranya kedalam air suling.
8.      Memindahkan 2 diantaranya   dari air suling (Pada langkah 7) ke dalam asam asetat dan 2 lainnya ke dalam HCl.
9.      Mencatat waktu yang diperlukan sampai terjadi perubahan warna.
10.  Setelah perubahan warna selesai (Pada langkah 8), memindahkan lapisan epidermis tersebut dari asam asetat dan HCl ke dalam air suling kemudian kembali ke dalam NH4OH.
11.  Mencatat kembali waktu yang diperlukan sampai terjadi perubahan warna lagi.
12.  Mengulangi langkah kerja diatas beberapa kali dan menentukan waktu rerata yang diperlukan untuk terjadi perubahan warna dalam jaringan epidermis itu setelah beberapa kali pemindahan ke dalam asam basa.
13.  Membersihkan dan mengembalikan alat dan bahan ketempatnya.

V.  Hasil dan Pembahasan
5.1 Hasil
Perubahan warna biru pada lapisan epidermis Rhoeo discolor
NO.
PERLAKUAN
WAKTU RERATA
WARNA LAPISAN EPIDERMIS
SEBELUM
SESUDAH
1.
AIR SULING ® KOH
6,99 Detik
Ungu
Biru
2.
AIR SULING ® NH4OH
8,28 Detik
Ungu
Biru

Perubahan warna merah pada lapisan epidermis Rhoeo discolor
NO.
PERLAKUAN
WAKTU RERATA
WARNA LAPISAN EPIDERMIS
SEBELUM
SESUDAH
1.
NH4OH  ® AIR SULING ® ASAM ASETAT
12,73 Detik
Biru
Merah
2.
NH4OH  ® AIR SULING ® HCL
29,28 Detik
Biru
Merah

Perubahan warna biru pada lapisan epidermis Rhoeo discolor
NO.
PERLAKUAN
WAKTU RERATA
WARNA LAPISAN EPIDERMIS
SEBELUM
SESUDAH
1.
ASAM ASETAT ® AIR SULING ® NH4OH
12,73 Detik
Merah
Biru
2.
HCl ® AIR SULING ® NH4OH
29,28 Detik
Merah
Biru


5.2 Pembahasan
            Berdasarkan hasil pengamatan maka diperoleh data bahwa sel epidermis Rhoeo discolor mengalami perubahan warna yaitu dari warna ungu menjadi merah ketika dimasukkan ke dalam larutan asam (Asan Asetat dan HCl) dan berubah warna menjadi biru ketika dimasukkan ke dalam larutan basa (KOH dan NH4OH). Ini terjadi karena sel epidermis daun Rhoeo discolor mengandung zat warna antosianin. Antosianin adalah zat warna yang larut dalam cairan vakuola sel. Antosianin terdiri dari 3,5,7 – trihidroksi flavilium klorida dan bagian gula yang biasanya terikat pada gugus hidroksil pada C (karbon) nomor 3 dan mengandung komponen tambahan seperti asam organik dan logam (Fe, Al, dan Mg). Ketika lapisan sel epidermis daun Rhoeo discolor dicelupkan ke dalam larutan KOH dan NH4OH (yang mengandung gugus hirdroksil ) maka akan terjadi peningkatan gugus hidroksil sehingga warna sel epidermis daun Rhoeo discolor cenderung akan lebih biru. Hal ini terkait dengan adanya pengikatan gugus hidroksil (-OH) oleh sel epidermis Rhoeo discolor.  Sedangkan jika lapisan sel epidermis daun Rhoeo discolor dicelupkan ke dalam asam asetat (CH3COOH) dan HCl maka warna sel epidermis menjadi merah akibat adanya pengurangan gugus –OH.
            Kecepatan perubahan warna sel epidermis Rhoeo discolor dari ungu menjadi biru lebih cepat pada basa kuat (KOH) dibandingkan dengan basa lemah. Hal ini disebabkan karena basa kuat lebih mudah terionisasi. Sehingga proses pertukaran ion yang terjadi antara ion-ion pada antosianin dengan ion-ion yang terdapat pada larutan KOH lebih cepat. Selain itu, karena adannya peningkatan pH pada sel epidermis Rhoeo discolor sehingga mengakibatkan psudobasa yang terbentuk menjadi lebih banyak dan warna menjadi lemah. Sedangkan kecepatan perubahan warna sel epidermis Rhoeo discolor dari biru menjadi merah lebih cepat pada asam lemah (asam asetat) dibandingkan dengan pada asam kuat (HCl). Hal ini terjadi karena adanya penurunan pH yang mengakibatkan psudobasa yang terbentuk semakin sedikit sehingga warna menjadi cerah. Selain faktor-faktor diatas, kecepatan perubahan warna sel epidermis Rhoeo discolor baik pada larutan asam maupun basa juga dipengaruhi oleh ukuran tebal tipisnya lapisan sel epidermis Rhoeo discolor yang digunakan. Dimana makin tebal lapisan epidermis yang digunakan maka waktu yang diperlukan untuk berubah warna akan lebih lama dibandingkan dengan lapisan epidermis yang tipis.

Kendala-kendala :
*      Menentukan ukuran tebal dari lapisan epidermis bagian dalam Rhoeo discolor agar diperoleh tebal yang sama relatif sulit sehingga akan mempengaruhi waktu terjadinya reaksi.
*      Perubahan warna pada lapisan epidermis Rhoeo discolor kadang terlalu cepat sehingga sulit diamati.
*      Larutan yang digunakan saat praktikum cepat menguap sehingga perlu ditambahkan terus menerus selama praktikum. Hal ini mengakibatkan kinerja praktikum kurang efisien.
*      Kurangnya jumlah anggota kelompok praktikum membuat waktu yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan dalam praktikum relatif lama.


VI.  Simpulan  dan Saran
6.1 Simpulan
  1. Sel epidermis daun Rhoeo discolor bersifat permeabilitas terhadap larutan asam dan basa. Hal ini dapat dilihat dari adanya perubahan warna yaitu bila diletakkan pada larutan asam, sel epidermis akan berwarna merah dan bila diletakkan pada larutan basa, sel epidermis akan berwarna biru. Perubahan warna ini terjadi karena pada sel epidermis Rhoeo discolor mengandung zat warna antosianin yang dapat bereaksi terhadap larutan asam dan basa.
  2. Faktor-faktor yang mempengaruhi permeabilitas sel epidermis daun Rhoeo discolor yaitu kuat lemahnya asam dan basa yang digunakan dan peningkatan pH pada sel epidermis.

6.2 Saran
1.      Mengusahakan agar ukuran tebal dari lapisan epidermis bagian dalam Rhoeo discolor yang akan digunakan relatif sama.
2.      Mengusahakan lebih teliti dalam mengamati perubahan warna pada lapisan epidermis Rhoeo discolor.
3.      Mengusahakan menambah jumlah anggota kelompok praktikum agar waktu yang dibutuhkan untuk melakukan praktikum bisa lebih cepat.


VII.  Daftar Pustaka

Kimball, John W. 1983 . Biologi Edisi Kelima Jilid 1. Jakarta : Erlangga
Salesbury. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid I. Bandung : ITB Bandung.
Sarna, Ketut dkk. 1998. Buku Ajar Fisiologi Tumbuhan. Singaraja : Program Studi Pendidikan Biologi Jurusan Pendidikan MIPA STKIP Singaraja.

Kegiatan 2

I.   Judul         : Permeabilatas Membran Terhadap Substansi Organik

II.  Tujuan
1.      Untuk mengetahui proses terjadinya plasmolisis dan deplasmolisis pada bawang merah.
2.      Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi plasmolisis dan deplasmolisis pada sel bawang merah.

III. Alat dan Bahan
3.1 Alat
1.      Stopwatch                                             
2.      Kaca objek                                            
3.      Mikroskop                                             
4.      Pisau                                                      
5.      Pinset                                                    
6.      Pipet tetes
3.2 Bahan
1.      Bawang merah (Allium ceva)
2.      Glukosa (1 M)               
3.      Metanol (1 M)
4.      Gliserol (1 M)
5.      Air suling
6.      Tisue      

IV.  Langkah Kerja
1.      Mempersiapkan alat dan bahan.
2.      Menyiapkan  lapisan epidermis bagian dalam Bawang merah (Allium cepa).
3.      Meletakkan lapisan epidermis tersebut dalam kaca objek.
4.      Menambahkan beberapa tetes gliserol ke dalam lapisan epidermis pada kaca objek.
5.      Menghitung waktu plasmolosis sel-sel epidermis dengan mengamatinya dibawah mikroskop. 
6.      Setalah plasmolisis terjadi, menambahkan beberapa tetes air suling pada sel-sel epidermis untuk mencuci gliserolnya.
7.      Mengamati sel-sel epidermis tersebut dibawah mikroskop dan mencatat waktu yang dibutuhkan untuk pulih kembali dari keadaan plasmolisis.
8.      Mengulangi langkah kerja diatas, namun dengan menggunakan substansi organik (1 M) lainya yaitu glukosa dan metanol.
9.      Mencatat waktu yang diperlulakan bagi sel-sel sampai pulih dari kondisi plasmolisis (deplasmolisis) pada setiap larutan yang digunakan. Waktu relatif bagi pemulihan sel dari kondisi plasmolisis akan memberikan indikasi secara kasar mengenai tingkat penetrasi substansi kedalam sel-sel. Juga mengindikasikan berat molekul setiap senyawa dan kelarutannya dalam air.

V.  Hasil dan Pembahasan
5.1 Hasil
Plasmolisis sel epidermis pada beberapa larutan
NO.
LARUTAN
WAKTU
1.
GLISEROL
1 Menit 35 Detik
2.
GLUKOSA
1 Menit 98 Detik
3.
METANOL
Tidak terjadi perubahan

Deplasmolisis sel epidermis pada beberapa larutan
NO.
PERLAKUAN
WAKTU
1.
GLISEROL + BEBERAPA TETES AIR SULING
44,03 Detik
2.
GLUKOSA + BEBERAPA TETES AIR SULING
33,72 Detik
3.
METANOL + BEBERAPA TETES AIR SULING
Tidak terjadi perubahan

5.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan didapatkan data bahwa sel epidermis bawang merah mengalami plasmolisis jika ditetesi larutan gliserol dan glukosa. Hal ini terjadi akibat penambahan gliserol dan glukosa yang menyebabkan kondisi diluar sel bawang merah hipertonis dibandingkan di dalam sel. Kondisi hipertonis di luar sel bawang merah menyebabkan air di dalam sel memiliki potensial yang lebih tinggi dibandingkan di luar sel. Hal ini berakibat air yang ada di dalam sel bawang merah keluar dan membran sel menjadi mengkerut kemudian lepas dari dinding sel, isi sel menjadi berkurang (plasmolisis).
Plasmolisis terjadi lebih cepat pada sel bawang merah yang ditetesi larutan gliserol  dibangdingkan dengan larutan glukosa. Karena gliserol memiliki molekul yang lebih kecil (atom C berjumlah 3) dengan rumus kimia HOCH(CH2OH)2. Sedangkan glukosa melokulnya lebih besar (atom C berjumlah 6) dengan rumus kimia C6H12O6.
Saat sel bawang merah didiamkan (tidak diberi perlakuan lain) ternyata sel bawang merah yang semula plasmolisis tidak kembali lagi kebentuk semula (deplasmolisis). Hal ini disebabkan karena kondisi di dalam sel masih hipotonis dibandingkan dengan di luar sel. Akibat konsentrasi gliserol dan glukosa tinggi. Dengan demikian menyebabkan air tetap bergerak dari dalam sel ke luar sel. Deplasmolisis ini dapat terjadi apabila konsentrasi gliserol dan glukosa tidak terlalu tinggi. Hal ini dikarenakan ketika air bergerak ke luar sel untuk membuat keadaan didalam dan di luar sel isotonis (seimbang) menyebabkan suatu kondisi yang terbalik dimana semula kondisi diluar sel lebih hipertonis berubah menjadi hipotonis (karena penambahan air oleh sel) dibangdingkan di dalam sel. Sehingga dengan demikian, air dari luar sel akan masuk kembali ke dalam sel akibat kondisi didalam sel yang hipertonis (deplasmolisis terjadi).
Pada perlakuan dimana sel bawang merah yang mengalami plasmolisis akibat ditetesi dengan gliserol dan glukosa ketika ditetesi air suling maka terjadi peristiwa deplasmolisis. Karena penetesan air suling menyebabkan menurunnya konsentrasi gliserol dan glukosa sehingga kondisi diluar sel lebih hipotonis dibandingkan dengan di dalam sel bawang merah. Hal ini menyebabkan air diluar sel masuk ke dalam sel, dan sel akan kembali kekeadaan semula (deplasmolisis). Deplasmolisis dapat terjadi jika sel bawang merah tersebut tidak mengalami plasmolisis sempurna artinya masih ada bagian-bagian tertentu dari membran plasma yang masih menempel pada dinding sel (membran sel tidak lepas seluruhnya dari dinding sel).
Waktu deplasmolisis pada sel mengandung glukosa lebih cepat dibandingkan dengan sel yang mengandung gliserol. Hal ini dikarenakan glukosa lebih cepat larut ketika ditetesi air suling dibandingkan dengan gliserol.
Pada sel bawang merah yang ditetesi dengan metanol, sel bawang merah tidak mengalami perubahan (tidak mengalami plasmolisis). Hal ini disebabkan karena membran sel salah satu penyusunya adalah lipid. Lipid tersebut memiliki sifat mudah larut dalam alkohol (metanol merupakan salah satu jenis alkohol). Akibatnya ketika methanol diteteskan pada sel bawang merah, methanol ini mudah keluar masuk melewati membran sehingga keadaan di luar maupun di dalam sel  selalu dalam keadaan isotonis maka dengan demikian tidak terjadi plasmolisis. Sama halnya ketika sel bawang merah ditetesi dengan air suling, sel tidak mengalami perubahan karena kondisi di luar maupun di dalam sel sama (isotonis)

Kendala-kendala :
*      Sulitnya membuat preparat yang memiliki tebal irisan yang tepat dan relatif sama ukurannya antara preparat satu dengan yang lainnya. Hal ini mengakibatkan terganggunya kinerja pengamatan pada mikroskop karena irisan yang tebal.
*      Indikator telah terjadinya plasmolisis dan deplasmolisis kurang jelas sehingga sulit diamati.
*      Dibutuhkan waktu yang relatif lama untuk kegiatan deplasmolisis. Karena terbatasnya waktu praktikum maka kegiatan deplasmolisis tersebut ditiadakan.
*      Alat yang tersedia kurang memadai sehingga ada satu praktikum yang batal dilakukan.

VI.  Simpulan  dan Saran
6.1 Simpulan
1.      Plasmolisis dapat terjadi jika kondisi di dalam sel hipotonis terhadap kondisi di luar sel dan deplasmolisis akan terjadi bila kondisi di dalam sel hipertonis terhadap kondisi di luar sel dimana plasmolisis yang terjadi tidak boleh sempurna.
2.      Faktor yang mempengaruhi plasmolisis dan deplasmolisis adalah terjadinya perbedaan viskositas larutan didalam sel dengan diluar sel tersebut
6.2 Saran
1.      Mengusahakan agar lapisan epidermis bagian dalam Rhoeo discolor yang akan digunakan setipis mungkin untuk lebih mudah mengamati.
2.      Mengusahakan lebih teliti dalam mengamati perubahan bentuk sel Rhoeo discolor.
VII.  Daftar Pustaka
Kimball, John W. 1983 . Biologi Edisi Kelima Jilid 1. Jakarta : Erlangga
Pratiwi, Rinie dkk. 2003. Buku Siswa Biologi Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Kelas 2 Edisi Kesatu. Jakarta : Proyek Peningkatan Mutu SLTP.
Sarna, Ketut dkk. 1998. Buku Ajar Fisiologi Tumbuhan. Singaraja : Program Studi Pendidikan Biologi Jurusan Pendidikan MIPA STKIP Singaraja.

Hasil / Kesimpulan
            Untuk setiap langkah kerja, buat dan tampilkan tabel yang tepat (atau daftar pengamatan) untuk menggambarkan hasilnya. Interpretasikan hasilnya menurut petunjuk berikut ini :
1.      Apa penjelasnya mengenai sel tanaman normalnya tidak pecah ketika ditempatkan dalam air murni?
2.      Apa pengaruh asam dan basa pada warna antosianin?
3.      Apa itu antosianin (secara kimiawi) dan dimana lokasinya dalam sel?
4.      Jelaskan apa perbedaan yang teramati sehubungan dengan pemakaian asam dan basa!
5.      Kemukan alasanya menurut pendapat anda yang mungkin bisa menjelaskan tentang pengaruh ion-ion tertentu terhadap wujud membran sel. Terkait dengan perubahan permeabilitasnya.
6.      Mengapa sel-sel yang mengalami deplasmolisis dalam gliserol mendadak pecah ketika ditempatkan dalam air murni?
7.      Sifat kimia dan fisika yang bagaimana pada senyawa organik yang memfasilitasi penetrasinya ke dalam sel-sel tanaman? 

Jawaban pertanyaan
1)      Bila suatu sel tanaman di tempatkan dalam air murni maka potensial air murni akan lebih besar di bandingkan potensial air larutan dalam sel. Ini mengakibatkan molekul air akan melintasi membran dari luar ke dalam sel sehingga sel akan mengembang karena sel tanaman memiliki dinding sel yang bersifat tegar maka sel tanaman tidak akan mudah pecah akibat tekanan yang timbul dari dalam sel karena masuknya air dari dalam ke luar sel.
2)      Asam dan basa akan berpengaruh terhadap warna antosianin dimana pada pH  rendah (asam) antosianin berwarna merah dan dimana pada pH tinggi (basa) berwarna violet kemudian menjadi biru.
3)      Secara kimia antosianin adalah senyawa berbentuk glikosida yang menjadi penyebab warna  merah biru dan violet pada buah dan sayuran. Sebagian besar antosianin beraal dari 3,5,7 – trihidroksiflavilium klorida dan bagian gula biasanya terikat pada gugus hidroksil pada karbon 3. Dan beberapa antosianin mengandung komponen tambahan seperti asam organik dan logam (Fe, Al, Mg). Adapun strukturnya :
Cl                                      
                                     O
                 OH                                

                                                              OH
                                         OH

3, 5, 7-Trihidroksiflavilium klorida, struktur dasar antosianin
 

                                                                                                                           


O                                                                                O
                                                                                                                 CH

                              COH                                                                            CHOH
                       C                                                                                 C


                      O                                                                                 O







                                                           O
                                                                  CH


                                                           C

                                                          O




4)      Dengan pemakaian asam warna antosianin menjadi merah dan dengan pemakaian basa warna antosianin menjadi violet kemudian menjadi biru.
5)      Pengaruh ion terhadap membran terkait dengan perubahan permeabilitasnya dimana kita ketahui bahwa ion-ion untuk dapat melewati suatu membran sel yang bersifat selektif permeabel, melalui suatu pertukaran ion. Dimana ion-ion yang berada di dalam sel, jika keluar dari dalam sel akan di gantikan oleh ion-ion yang ada di luar sel. Sehingga permeabilitas membran dapat dilalui oleh ion-ion.
6)      Sel yang mengalami deplasmolisis dalam gliserol akan medadak  pecah ketika ditempatkan dalam air murni karena gliserol merupakan larutan yang bersifat hipertonis bagi cairan sel yang ada di dalam sel, yang mengakibatkan sel akan  mengkerut, sehingga jika diberi air, maka dinding sel akan mengembang dan sel akan mengalami imbibisi, dimana air diserap melebihi batas normal penyerapan dari sel (isotonis) sehingga sel akan pecah.

No comments:

Post a Comment